Browsing Category

Celotehan UKM

Celotehan UKM, Leadership & Team Building, Sufipreneur, Wanita & Bisnis

Deep Inner Journey (Pencerahan di Pertapaan Sertifikasi Coaching)

Saya membaca kembali lembaran catatan materi dan sesi coaching yang baru saja diselesaikan. Teringat setahun berlalu menyelesaikan The Art & Science of Coaching (TASC) Modul 1 & 2 di Vanaya Institute dan jatuh hati pada metode coaching ini. Kecintaan Saya terhadap People Development seperti mendapatkan jalan yang memudahkan dan memanusiakan. Humanize the Human, begitu nama angkatan kami selepas menyelesaikan modul tersebut. Berkumpul dengan para kakak-kakak coach dalam satu perjalanan puluhan jam (8 hari), menemukan berbagai Eureka jiwa…

Coaching Ericksonian sebagai sebuah metode yang memberdayakan dilandasi spirit menghargai manusia dan percaya atas keberdayaannya… Tanpa prasangka, penghakiman, memerintah melainkan menggunakan pertanyaan yang menggugah…

Coach berperan layaknya seorang kawan yang menemani diri yang kelaparan, berjalan menuju lumbung penuh padi yang selama ini tak disadari.

Hati terpesona pada sosok Coach Lyra, kecerdasan dan ketenangannya dalam menyampaikan materi sungguh memerdekakan dan ramah otak.  Materi yang sedemikian menantang menjadi jelas dan mudah dicerna…

Rasa cinta ini dilanjutkan setelah setahun berlalu dengan mengikuti modul 3 & 4 yang baru saja kami tuntaskan…

Perasaan deg-degan sudah muncul duluan karena modul ini kabarnya akan benar-benar berfokus pada Values. Dannn… setahun belakangan terasa sedang kehilangan values dan terlalu tenggelam dalam rutinitas…

Benar adanya… Hari pertama, seperti memasuki sesi rawat inap jiwa… Demikian seterusnya… Lelahnya bukan main… Lelah karena sedang terjadi perjalanan panjang dan mendalam terhadap diri sendiri…

Setiap teman menjadi cermin… Setiap percakapan menjadi speaker dari jiwa sendiri yang selama ini sudah berteriak namun sering mendapat pengabaian…

Saya sungguh beruntung… Allah SWT kumpulkan bersama orang-orang yang luar biasa dari berbagai perusahaan dan ahli dalam people developmentnamun tak seorang pun yang memakai topeng…

Nuansa humble dan learner sangat kental terasa… Ini yang membuat belajar di Vanaya itu ngangeni.Setiap jiwa punya kisahnya masing-masing… Tampil genuine dan tulus…

Modul 3 dan 4 tak lagi bicara tools semata. Torehan Artyang indah menjadi perjalanan hati… And, Yesss…. People are Ok and resourceful.Perjalanan pengenalan diri yang mengesankan dan semakin menghamba pada Tuhan…

Kakak-kakak dan teman-teman, Saya sungguh menyayangi kalian semua…Terimakasih telah menjadi teman seperjalanan yang mengesankan…

EPC (Ericksonian Professional Coach) bukanlah akhir dan tujuan, pengalaman dan berbagai Values indah yang ditemukan inilah yang menjadi nafas setiap kita untuk melayani Allah SWT…

Kakak Coaches Vanaya, terimakasih telah sabar membantu kami semakin halus…

Coaching bukanlah toolsCoaching adalah nafas yang hendaknya dihembuskan dan dihirup untuk meneruskan kehidupan dalam iman terbaik dan menghidupi segala titipan dari Sang Maha Pemberi Kehidupan…

Salam Keep Going

Celotehan UKM, Wanita & Bisnis

MENDADAK JADI DIREKTUR (CEO) (Catatan Autokritik)

“Bukalah usaha, maka di kartu nama kamulah Direkturnya”

Sebuah kalimat yang memotivasi untuk segera memulai usaha lalu tenggelam dalam ilusi.

 

Sang Direktur ini tiba-tiba merasa super keceh, berbagi tips motivasi ke sana kemari, tumbuh candu yang berbungkus nafsu “ingin berbagi”.

Lalu lupa melihat dapur sendiri yang centang-prenang, tim yang kehilangan panduan dan konsumen yang datang karena kebetulan (Luck factor)

 

Belum lagi ketika ditelisik, jangankan jadi Direktur, memiliki kompetensi di level supervisor saja pun belum memadai.

Begitulah tipuan panggung dan euphoriamenjadi Direktur dadakan.

 

“Tapi kan manggung juga perlu, untuk bangun personal branding…” – justifikasi berikutnya.

 

Masih banyak lagi miskonsepsi yang bertebaran di seputar sepak terjang kehidupan direktur dadakan ini…

Mendadak “coach”, mendadak jadi Pembina tanpa sadar bahwa apa yang dibangunnya masih berdiri di pondasi keropos menunggu binasa… (sibuk membina lalu binasa)

 

“Belajar saja dulu, didik diri sendiri, nanti ada masanya mengajari orang lain”

(pernyataan yang mencubit hati dari seorang pelatih dan implementator)

Proses “down-grade” diri dari Director (wanna be) menjadi Supervisor

 

Yuppp….

Ini adalah sebuah tulisan reflektif yang sebetulnya untuk “menampar” diri sendiri…

Catatan yang beranjak dari rasa malu terhadap diri sendiri ini dimulai ketika duduk di kelas Pak Armala bulan Maret lalu.

 

Seperti menemukan ‘big missing puzzle” yang selama ini dicari. “Direktur (wanna be) ini tak perlu lagi dimotivasi dan ditanya maunya “apa” ?

“Apa”-nya sudah terlalu banyak dan tinggi. Tapi berbagai upaya dilakukan berlari meraih “apa”, faktanya masih jauh panggang dari api…

Kembali memperbaiki input & proses

Jelas mau “apa”

Jelas “kenapa”

Tapi tak tahu “cara”…

Mengharapkan Output, dengan input dan proses yang ngawur…

Ah, Gila… (kata Einstein)

 

Rasanya…

Setiap direktur (wanna be) ini pastinya punya cita-cita mulia… Mengambil peran untuk bisa berbuat sesuatu untuk menjadi legasi dan dipetik di alam sana nanti…

Berkontribusi nyata pada Negara, namun lupa bahwa kontribusi itu tak bisa menjadi nyata dengan naik turun “panggung”.

 

So, Amazing…

Ada sebuah kategori baru dalam mendampingi direktur (wanna be) meraih “apa”. Pak Armala melatih “HOW TO”dengan paparan yang sangat detail, best practice.

Pengalaman Beliau memberesi detail kekusutan berbagai perusahaan dan membawanya menjadi perusahaan kelas dunia bisa dipelajari dan diimplementasikan tak hanya oleh Direktur namun juga para tim.

Meski tak semua Direktur (wanna be) menyambut dan mengeksekusi ini apa yang Beliau paparkan.

Instant mentality  dan berlama-lama kasmaran dengan mimpi sepertinya menjadi racun diri…

“Ah…. Lagi over exited tuh sama pak Armala”

Hey…

Kebetulan Saya memang always super excited setiap kali menemukan pencerahan baru. Memilih dan menjalankan peran ini seperti memasuki lorong panjang yang gelap…

Never Ending Improvement

 

Well, Entrepreneurs (wanna be)…

Masuklah ke kamar mandi, cek semua produk yang ada di dalamnya. Lalu coba sebutkan siapa pemilik perusahaan dari produk-produk tersebut ?

Berapa kali mereka manggung setahun ketika bisnis mereka baru seumur jagung dan sizekecil biji jagung ?

 

Trully entrepreneurs  bekerja di jalan sepi, suksesnya dicari bukan menawarkan diri… Sepertinya malu hati, karena di atas langit masih ada langit…

 

——

Catatan ini untuk renungan diri sendiri…

InsyaAllah para pembaca bisa memahami konteks, bukan sekedar membaca konten

Celotehan UKM

Penghalang UKM Bertumbuh

Aih, kembali bisa berceloteh…

Iya, ini memang celotehan aja sih… 🙂

Pernah mendengar soal Value/ Nilai/ Budaya perusahaan (organisasi) kan yha…?

Pada punya ini ga…? Lalu seluruh warga di organisasi tersebut pada paham dan sejalan ga…?

Karyawan/ tim yang kesehariannya ga sejalan dengan value perusahaan, baik itu di tempat kerja ataupun di luar pekerjaan, sejatinya sedang berperan sebagai orang yang sekedar numpang hidup di perusahaan itu loh…

Ya sekedar biar bisa menghasilkan uang, mengisi waktu atau supaya ga dianggap pengangguran.

Lalu, pentingkah untuk setiap pimpinan ataupun owner untuk memastikan budaya perusahaan itu menjadi the way of life nya seluruh tim..?

Penting ga penting sih…

Penting bagi owner yang percaya bahwa tanggungjawabnya bukan sekedar memastikan omset dan profit naik. Tapi juga memastikan manusia di dalamnya bertumbuh (termasuk dirinya sendiri)

Ga penting, bagi owner yang memang menganggap tim sebagai objek, sebagai mesin, robot atau buruh. Dia hanya memandang :

“yang penting kerjaan tu orang beres, hidup dia mau seperti apa ya ga urusan saya lah”

Owner tipe abai begini bolehlah disebut sebagai owner era revolusi industri. Orang yang hanya mementingkan produktifitas, yang penting SOP (kaku dan membosankan) itu dipatuhi. Memandang karyawan sebagai buruh yang melinting rokok. Dalam kurun waktu tertentu mesti selesai sesuai angka yang ditetapkan perusahaan.

Parahnya lagi, owner ala revolusi industri ini mengandalkan motivasi ekstrinsik untuk menaikan produktifitas dan menertibkan karyawannya. Hubungan kerjanya sebatas “JIKA – MAKA”. Transaksional aja.

“Jika kamu kerja 10, itu memang tanggungjawabmu, jika lebih dari 10 maka kamu dapatkan bonus”.

Karyawan hidup dalam iming-iming ataupun punishment.

Serba jika – maka.

Jadul banget ini…

Jaman revolusi industri sih cocok kerja begini. Karena fokusnya memang berproduksi bukan berkreasi. Karyawan pun mau aja menerima situasi ini. Ya, lama-lama diiming-imingi memang mematikan motivasi internal…

Sudah seperti orang yang kecanduan…

Mirip-mirip dengan perlakuan orang tua yang suka mengiming-imingi anak :

“Kalau kamu ranking 1, nanti papa/mama belikan mainan”.

Kasian yha…

Balik ke persoalan budaya perusahaan.

Bagi owner yang hidup selaras dengan zaman kreatif saat ini, ga akan rela jika timnya bekerja ala robot atau ala buruh kasar, tak peduli di level mana pun si tim itu. Owner akan berupaya keras dan konsisten menumbuhkan timnya agar nyala kompetensi problem solver (kreatif) dalam diri tim tersebut. Lelah loh jika terus-terusan bekerja ala tom & jerry (walaupun lucu untuk dijadikan tontonan).

Perusahaan akan ‘hidup’ jika manusia-manusianya hidup dan termanusiakan. Tapi memang ini ga mudah, jauh lebih mudah untuk bikin sistem termonitor ala robot gitu (eh, kabarnya robot juga udah ada yang bisa berempati). Menumbuhkan mensyaratkan cara-cara yang bertolak belakang dengan cara kebanyakan.

Punish dan reward ga berlaku, yang berlaku adalah konsekuensi dan dukungan. Bukan iming-iming seperti kita memperlakukan kucing yang dikasi lihat ikan asin. Kasian jika yang aktif hanya animal brain nya aja. Lets help human as a human.

Kan ga mau yha kalo nanti ditanya “apa yang sudah kamu lakukan dengan perusahaanmu?”

lalu menjawab “Saya sudah berhasil menambah omset dan profit dengan cara merobotkan manusia”. Hiksss…

“Lah, jadi ga boleh nih menaikan omset dan profit?

Emang kita badan amal, badan sosial…???”

Rangga… Kamu jahat kalo hanya memandang manusia sebagai objek yang diperas.

Kita bisa banget mencapai tujuan bersama namun dengan cara-cara yang manusiawi, cara-cara yang jauh lebih sesuai jaman dan menjawab tantangan zaman. Ini zaman kreatif bukan zaman revolusi industri.

Saat bekerja dengan cara-cara yang lebih menumbuhkan, maka orang-orang yang ada di dalam sana akan jauh lebih berperan dan termotivasi secara internal. Mereka hidup, mereka sejalan dengan budaya perusahaan baik sedang berkantor ataupun di luar kantornya. Spirit perusahaan menjadi spirit bersama. Cita-citanya menjadi cita-cita bersama. Orang-orang yang ada di dalamnya bernuansa sama. Perhatian pada proses dan karya, bukan sekedar bekerja.

So, as a owner…

Jangan hanya melotot jika angka-angka tak tercapai… Tapi melotot dan ‘galau’ juga lah saat value/ budaya tim tidak sejalan dengan budaya di perusahaan. Di tempat kerja mendorong tumbuhnya kolaborasi, tapi hari-hari status facebook tim malah alergi dengan yang berbeda darinya.

Budaya perusahaan mendorong niai-nilai integritas, tapi masih hobi mencari insentif lainnya dengan cara-cara yang rela menandatangani sejumlah 10 walau yang diterima hanya 8.

“Ga apa-apa deh, yang penting dapat tambahan”. Rela uang begituan dimakan…? Hiks…

Budaya perusahaan mendukung tumbuhkan kecerdasan diri, tapi status tim di sosmed banyak share-share hoax atau komentarin berita dari headline semata, alias malas baca.

Bro… Sist…

Kita bikin usaha tuh ga tau bisa ngurusin sampai kapan…

Tetiba kena time out… rela perusahaannya diurusin sama jiwa-jiwa yang menjalani dualisme kehidupan begitu…?

Yuk, ambil peran sebagai “orang tua” yang mendidik dan menumbuhkan tim kita.

Mereka datang (dikirim Tuhan) kepada kita bukan karena sebuah kebetulan.

Itu juga amanah penting yang perlu diurus sungguh-sungguh…

Selamat mengarungi 2017 yang dikabarkan lumayan menantang. Budaya tangguh di perusahaan semakin diperlukan yha… UKM wajib bermimpi besar dan bekerja dengan standar perusahaan besar.

*SalamBerkarya

*KibasJilbab

======

Tips UKM

Celotehan UKM

Bermimpi dengan Mata Terbuka

Melanjutkan tulisan beberapa hari lalu tentang “manusia yang utuh”.
Faktanya, banyak yang tak berani bermimpi namun banyak juga yang bermimpi besar tapi tak ‘bangun’ dari ‘tidur’nya.

Tak berani bermimpi boleh jadi karena belum merenungi kenapa ia sampai hadir di dunia ini. Boleh jadi karena saking sibuk dan termakan oleh rutinitas hingga tak punya waktu untuk ‘silent‘, mundur dan diam sejenak mencari arti dan tujuan hidupnya. Moga weekend ini menjadi moment untuk sedikit berdiam diri, mengaktifkan jiwa dan rasa : “apa yang saya cari, apa yang saya ingin lakukan selama hidup…?Continue Reading

Celotehan UKM, Sufipreneur

Manusia yang Utuh

Termenung saat mendapatkan sebuah pertanyaan dari seorang sahabat : “apa impian besar loe, vi?” (Impian yg nampak dan kasat mata)

Saya jawab : “Become the greatest inspiring woman from Asia 2025”

Sahabat saya kembali bertanya : “inspiring dalam hal apa..?”

Saya jawab : “as a woman : inspiring in family+business”

Teringat lagi sebuah sharing dari om Subiakto tentang “air kehidupan”…. Setiap orang memiliki warna airnya sendiri… Kita boleh berpindah peran tapi tak mengubah warna air kehidupan kita…

Continue Reading

Celotehan UKM

Ujian “Keimanan” bagi Pebisnis

Minggu lalu berkesempatan hadir di penjurian business plan kawan2 1in20 movement bersama pak Budi Satria Isman dan mas Yuszak M Yahya

Dari pemaparan, kritikan & masukan beliau2 terhadap bisnis kawan2 adalah :

FOKUS…. FOKUS…. FOKUS….

Fokus bisnisnya…. fokus produknya…

Beliau melihat tentunya dengan kacamata investor. Ya…. investor senang dgn bisnis yg Fokus dan Jelas alias ga banci…
Fokus dan ga “banci” owner…

Continue Reading

Celotehan UKM

Asah gergaji (menambah ilmu)

“Ahhhh…. kalo si Vivi mah ada orang gila jual obat juga dia beli, aneh dia emang !!!!”

=====
Demikian kira2 statement seseorang yg disampaikan ke bbrp orang teman… yak… dianggap aneh bahkan mgkn dianggap gila….
Tapi saya sangat2 menikmati pendapat ini, walau awalnya kesal juga… lama2 jadi bersyukur…

Continue Reading

Celotehan UKM

Melewati Titik Aman Pertama (5 tahun)

Business by accident…? Jawabannya bisa “ya” bisa “tidak”…
Ya, karena dulu sama sekali tidak pernah membayangkan akan beraktifitas dan memegang tanggungjawab seperti sekarang…
Tidak, karena apa yang datang sekarang saya yakini bukanlah kebetulan dan tanpa maksud. Allah pilihkan jalan ini sebagai jawaban dari pertanyaan yang berulang-ulang saat masih menjadi ibu dengan bayi 4 bulan “Apa yang bisa saya lakukan agar bermanfaat bagi orang lain dan saya cinta dengan pekerjaan itu…?”

Continue Reading

Celotehan UKM, Leadership & Team Building, Sufipreneur, Wanita & Bisnis

UKM & Team Building

Dua minggu belajar dari orang-orang hebat makin bikin kepala berasap, hehhee… Kalo versi film kartun itu banyak awan-awan di atas kepala yang tulisannya:
1. AFTA
2. AEC
3. UKM
4. TEAM BUILDING
trus mojok di dinding sambil ternganga dan gigi rontok, hahahaa (apa sihhh…)

Belajar Branding dari om +Subiakto Priosoedarsono ( @subiakto ):
Brand yang dibangun mesti unik + relevan dengan kebutuhan konsumen + Bermakna

Continue Reading

Celotehan UKM, Leadership & Team Building

Buruknya Pelayanan UKM di Pekanbaru: Ancaman vs Tantangan vs Peluang ?

“Bisnis itu : Konsep + Sistem + SDM”

Statement ini yang berulang-ulang dikatakan pak Burang Riyadi saat kami ikut konsul sama beliau. Sama sekali tidak mudah, membenahi disana sini. Tapi pembenahan ini bukan sebuah pilihan melainkan KEHARUSAN. Kenapa harus…? Konsumen makin pintar memilih, pesaing bukan lagi tetangga sebelah tapi negara tetangga yang kuat modal, smart dan punya nature melayani.

Sudah lama ingin menulis tentang hal ini, entah kami yang punya ekspektasi tinggi atau memang standar pelayanan UKM di Pekanbaru yang harus dibenahi.

Mulai dari tempat makan (restoran) sampai usaha ritel. Sering bikin kecewa, geleng-geleng sampai shock dan terpaksa marah-marah.

Continue Reading